Perjalananku dimulai saat aku tiba di bandara Ngurah Rai, Denpasar. Aku sudah janjian dengan persewaan motor pada jam 10 pagi. Perjalanan selanjutnya adalah menggeber motor dari bandara ke daerah Ubud. Mungkin memakan waktu satu setengah jam sudah termasuk bingung baca peta. Setalah check in dan meletakkan back pack di hotel, saya langsung meluncur ke venue untuk registrasi ulang. Saat registrasi ulang itu saya baru tahu kalau ada aplikasi untuk acara ini, lengkap dengan jadwal, daftar pembicara, dan tempatnya, sehingga memudahkan peserta untuk menuyusun jadwalnya sendiri. Jangan bayangkan bahwa acara yang disusun serial. Tidak. Acara yang disusun paralel setiap tempatnya. Karena itu penting untuk kamu menyusun acara yang akan kamu kunjungi dan ikuti setiap sesinya. Dan begitulah terus acara berlangsung selama empat hari.
Sebenarnya apa yang menarik di UWRF ini? Kamu bisa bayangkan banyak orang yang suka sastra berkumpul dalam tempat yang sama dan benar-benar merayakan kata-kata. Bagi kamu yang suka sastra, pasti pernah dipandang aneh, atau seenggaknya tidak dipahami oleh lingkungan sekitar kalau jaman sekarang masih ada yang suka sastra. Baca puisi dianggap kegiatan yang menye-menye atau kegiatan galau tanpa guna. Dan di UWRF lah judgement semacam itu tidak pernah terjadi. Semua aliran literasi yang kamu suka dirayakan di sini. Bahkan sampai hal-hal yang dianggap tabu diperbincangkan di luar, sangat bisa didiskusikan dengan enak di sini. Sebuah kemewahan saat dirimu sangat suka sastra, namun kamu tidak bekerja di industri itu. Yap, mungkin satu frase yang menggambarkan perasaan saya di UWRF adalah rasa aman.
Selain itu, kamu akan dapatkan segambreng ilmub dan cara pandang baru yang akan sangat berguna untuk bekal menulis atau sekadar menikmati sastra. Biasakan setiap sesinya kamu mencatat hal-hal menarik dari pembicara. Karena kamu juga akan bertemu dengan banyak orang, mungkin ini adalah saat yang tepat untuk berkenalan dengan banyak orang. Untuk introvert, agak susah ya memang. Namun beranikan diri untuk mengeksplore semua jiwa sastra yang kamu punya.
Untuk tempat makan, aku jarang makan di food court di venue acara. Ada dua tempat makan yang jadi favoritku, yaitu ayam betutu pak sanur dan nasi ayam kedawetan bu mangku. Untuk Pak Sanur, kamu tidak akan menemukan turis-turis yang makan di situ. Jika kamu ke pak sanur di pagi hari, kamu akan antri bersama ibu-ibu yang membelikan sarapan anaknya sebelum sekolah atau bapak-bapak yang sarapan sebelum bekerja. Istilah eat like local akan kamu dapatkan di sini. Rasanya. Mantab cuy. Untuk nasi ayam kedawetan ibu Mangku, kamu akan dapatkan nasi ayam khas bali dengan harga 25ribu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar