Nilai dari Purwokerto - Catatan Kecil

Sabtu, 07 Juni 2025

Nilai dari Purwokerto

Kalau kamu melakukan perjalanan di kota-kota kecil, ada saja nilai atau kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk sekitar yang kamu tidak akan temukan di kota besar seperti Jakarta. Sebagai penduduk Jakarta, kamu akan terheran-heran ketika kamu melihat dan mengalaminya. Apa saja hal baru yang aku temui di Purwokerto?




Hari itu, sekian hari sebelum hari libur tiba, aku tiba-tiba memutuskan untuk mengambil perjalanan ke kota kecil. Aku ingin menikmati kota yang memang tidak didesain untuk pariwisata yang massif. Jogja dan Surakarta pasti bukan pilihan saat ini. Pilihan yang terpikir  ada dua, Salatiga dan Purwokerto. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk ke Purwokerto dengan alasan ada akses kereta dari Jakarta.


Siang hari, dengan cuaca yang terik, aku tiba di stasiun Purwokerto. DIsambut dengan panas matahari menyapa kulitku karena aku lupa membawa jaket. Aku memutuskan untuk meluncur ke sebuah coffee shop bernama Society Coffee House. Selain aku harus membuka laptop karena ada pekerjaan, aku membutuhkan tempat menunggu sebelum aku bisa check in di hotel yang aku pesan. Aku memesan secangkir magic. Enak. Setelah pekerjaan selesai dan aku bisa check in, aku berjalan ke hotel yang letaknya tidak jauh dari situ.


Hal yang menariknya terjadi pada malam hari. Aku ingin meminum kopi filter. Melakukan pencarian di Maps, aku menemukan coffee shop yang tidak jauh dari hotelku. Coffee shop itu bernama Baydans Coffee Bar. Aku memesan V60 panas. Diseduh langsung oleh pemiliknya, Mas Ateng. Sayangnya aku tidak berhasil mengingat biji apa yang dia seduh. Setelah selesai brewing, dia menyajikan harta itu kepadaku. Sambil menyeruput wanginya, cerita-cerita kami dimulai.


Dia menanyakan aku dari mana dan ada tujuan apa ke Purwokerto. Obrolan kami berlanjut ke kopi dan dunia kopi du Purwokerto. Dengan sangat lancer dia bilang; “Mas harus ke Society Coffee yang dekat sini. Di sana enak Mas kopinya.” Otakku memerlukan waktu yang lebih untuk mencerna perkataannya. Akhirnya aku menjawab, “Oh iya Mas, aku tadi siang sudah ke situ”


Tidak hanya berhenti di situ, dia memberitahuku rekomendasi penjual kopi yang menurut dia enak. Meluncurlah beberapa nama yang dia sebut, baik dari roastery maupun café. Tentu saja aku mencatat semua nama itu itu di Google Mapsku.


Bagaimana seseorang bisa langsung merekomendasikan kompetitornya dengan sangat mudah. Dia tidak overselling produk yang dia buat, namun malah menyarankan aku untuk mengunjungi kompetitornya. Terus terang, aku tidak menemui ini di Jakarta. Anggap saja aku yang kurang bergaul di kota besar ini, tapi aku tidak pernah sakalipun mendengar hal ini.


Aku menanyakan, “Mas, kok bisa sampeyan merekomendasikan kompetitor sampeyan?” Jawabannya memang meneduhkan, “Kami ini kota kecil Mas. Komunitas kami kecil. Kami harus tetap saling support biar ekosistem kopi di Purwokerto tetap hidup.”


Aku mendengar terlalu sering kalimat jaman sekarang bukanlah waktunya kompetisi, tapi kolaborasi di seminar-seminar atau training. Praktiknya? Aku menemukan itu di kota sederhana bernama Purwokerto. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar