Sepak bola bukanlah lagi sekadar olahraga, tapi berevolusi menjadi tontonan yang sangat dinantikan. Bukan hanya bicara dukung-mendukung, tapi sudah merupakan pertaruhan gengsi antar kelompok orang. Bukan sekadar teknik mengolah si kulit bundar, tapi sudah merambah bagaimana mengelola sepak bola menjadi bisnis yang menguntugkan bagi sebagian orang. Bukan hanya menjadi tempat menyalurkan hobi, tapi sudah bisa menjadi alat pemersatu bangsa. Ironisnya,sekarang sudah menjadi alat politik untuk meraih simpati masyarakat.
Siang itu,berbekal sedikt uang, saya berangkat ke Stadion Supriyadi. Menonton pertandingan bola merupakan agenda yang sangat jarang saya lakukan. Kesempatan ini saya gunakan untuk menonton pertandingan PSBI. Mumpung ada di Blitar,pikir saya.
Sampai juga di Stadion Supriyadi. Dulunya stadion ini bernama Stadion Patria,entah mengapa nama stadion ini diganti. Stadion ini merupakan stadion kebanggaan masyarakat kota Blitar. Tapi jangan Anda pikir stadion ini merupakan stadion yang megah. Pada bagian tribun yang umum(bukan VIP) hanya berbentuk seperti tangga yang difungsikan sebagai tempat duduk. Jadi tidak ada nomor tempat duduk,atau kursi yang berjajaran. Tidak ada atap. Bagaimana kalau sedang hujan? Ya bersiap-siaplah untuk berbasah-basah. Untuk tempat VIP? Tidak terlau berbeda dengan tribun umum. Hanya berbeda di atapnya dan berada di tempat yang lebih tinggi yang memungkinkan untuk menonton pertandingan lebih baik. Tempatnya yang persis di posisi tengah mungkin membuat lebih nyaman. Karena saya berpikir,tidak ada bedanya menonton di VIP dengan di tempat umum, saya memilih membeli tiket di tribun umum.
Saya tidak akan membahas jalannya pertandingan, tapi ada hal yang menarik yang saya amati di dalam stadion selama jalannya pertandingan…
Aku mengkatagorikan penonton yang ada di dalam stadion. Walaupun aku tidak bisa menafikkan bahwa setiap penonton itu unik. Ada enam kategori penonton yang saya buat.
Penonton ini terdiri dari pejabat daerah mulai dari bupati,ketua DPRD,kepala dinas,, dan perangkat Muspida lainnya. Orang-orang ini selalu duduk di tribun VIP. Memakai kursi khusus (semacam sofa) dan dikelilingi polisi dan panitia pelaksana. Sepanjang pertandingan lebih banyak ngobrol sesama mereka. Sesekali mengalihkan pandangan ke tengah lapangan. Tidak terlalu reaktif sepanjang pertandingan. Ketika ada kejadian istimewa (hampir gol atau terjadi gol),mereka tidak berteriak. Berdiri dan akan tepuk tangan hanya tiga sampai lima kali,kembali duduk dan sedikit berkomentar. Kebanyakan penonton ini datang bukan kerena mereka suka bola,tetapi cenderung sungkan karena diajak bupati,atau ada kepentingan bisnis dan kepentingan lain di luar sepak bola. Sangat menjaga wibawa dan cenderung jaim.
Penonton ini tidak terlau peduli apa yang terjadi di dalam lapangan. Kalaupun terjadi gol,dia hanya menengok sebentar dan kembali fokus pada barang yang dibawanya. Dia akan lebih tertarik berjalan di sela penonton dibanding pertandingannya. Ya,penonton ini adalah pedangang yang memanfaatkan momen pertandingan sepak bola untuk mencari keuntungan dengan berjualan. Minuman,tahu,kacang,sampai terompet tersedia di sekitar tribun. Mereka meneriakkan barang dagangan mereka dan tidak peduli dengan gol yang terjadi. Ketika penonton berteriak “Goooolllll” mereka akan tetap berteriak “yang minum…yang minum…dingin…dingin”
Penonton jenis ini yang membuat stadion tetap “hidup” sepanjang pertandingan. Mereka menempati tribun sebelah timur dan membentuk “koloni” sendiri. Semua berseragam PSBI dan hampir semua mempunyai slayer (nyebutnya bener pa ga?) . sebelum pertandingan pun mereka sudah bernyanyi lagu-lagu penyemangat. Sepanjang pertandingan pun mereka tetap bernyanyi. Dipimpin oleh seorang dirigen,dan diringi perkusi yang sangat kompak,mereka tetap menampilkan suara emas mereka dengan sangat semangat. Penonton ini tidak banyak berkomentar ketika ada kejadian yang menarik. Mereka mempunyai cara tersendiri dalam mengomentari kejadian yang terjadi di tengah lapangan. Yaitu dengan bernyani. Contohnya ketika mereka menilai wasit tidak adil dalam memberi keputusan, mereka akan bernyannyi “wasite dancok…wasite dancok…”
Penonton ini yang mendominasi stadion. Mereka sekadar ingin menonton tim kesayangannya bermain,syukur kalau menang. Beberapa memakai kostum PSBI,tetapi kebanyakan tidak. Mereka fokus pada pertandingan,tidak bernyanyi,tidak banyak yang teriak, tetapi ketika terjadi kejadian yang menarik, mereka semua akan berubah profesi sebagai komentator. Seakan-akan mereka mengetahui teknik, mereka akan mengomentari teknik permainan para pemain. Tetapi profesi sebagai komentator ini tidak terlalu lama, mereka akan kembali focus ke pertandingan. Penonton jenis ini akan berteriak keras hanya saat terjadi “Goollll”
Kebanyakan terdiri dari wanita. Biasanya mereka datang ke stadion untuk menemani suaminya,diajak pacar yang gila bola (sampai ingin menularkan ke pacarnya ),atau mengantar anaknya yang masih kecil tapi sudah keranjingan bola. Penonton ini melihat ke pertandingan,tetapi tidak terlalu menikmatinya. Mereka akan bereaksi jika pasangan mereka (pacar atau suami) bereaksi. Mungkin sekadar ingin menyenangkan pasangannya. Setelah teriak kecil (bentuk reaksinya),mereka akan mengajak ngobrok pasangannya dan sedikit berkomentar walaupun mereka ngga terlalu ngerti apa yang mereka komentari. Setelah berkomentar seperlunya,mereka akan kembali menjadi penonton anggun.
Penonton ini hanya menunggu peluit tanda pertandinagan berakhir berbunyi. Ketika peluit panjang berbunyi,penonton lain akan segera meninggalkan stadion,tetapi penonton ini malah memulai aksinya. Mereka akan megumpulkan sampah yang berserakan di tribun untuk mereka jual.ya,penonton ini adalah pemulung yang memanfaatkan momen pertandingan sepak bola untuk mengumpulkan sampah.
Itulah kategori penonton yang ada di stadion,setidaknya dalam pengamatan saya. Oya…ada satu jenis penonton lagi, yaitu penonton kurang kerjaan. Penonton ini masih sempat-sempatnya mengamati penonton lain ketika pertandingan berlangsung seru. Nampaknya penonton itu adalah saya……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar