Sudah lama saya ingin menulis opini tentang hal ini. Akhirnya
kali ini saya memberanikan diri untuk menulis tentang ibu rumah tangga. Ada
beberapa hal yang membuat saya tidak berani pada awalnya untuk menulis tentang
ibu rumah tangga. Pertama, saya bukan seorang perempuan, dan tidak mungkin
menjadi ibu rumah tangga. Kedua adalah ibu rumah tangga adalah peran yang
sangat mulia dan saya khawatir akan mendangkalkan karena opini yang tidak
sesuai. Ketiga saya belum menikah. Tiga alasan itu cukup untuk saya menunda
tulisan ini.
Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, “Pekerjaan saya
hanya ibu rumah tangga” atau “Kebetulan saya adalah ibu rumah tangga.” Kalimat
ini sangat menganggu saya. Pertama, saya tidak setuju jika ibu rumah tangga
adalah pekerjaan. Saya lebih nyaman menyebut ibu rumah tangga adalah peran,
karena saya menangkap kesan, pekerjaan lebih condong sesuatu yang bergaji, dan
sangat memungkinkan pendapat saya ini salah. Kedua adalah kata “hanya” dan
“kebetulan” rasanya tidak terlalu pantas untuk disandangkan ke peran yang
sangat mulia. Kata hanya dan kebetulan merepresentasikan sebuah peran yang
sekadarnya. Ada tanggung jawab yang sangat besar yang harus dipikul oleh
seseorang perempuan yang memberanikan diri mengambil peran sebagai ibu rumah
tangga.
Antara Wanita Karier dan Ibu Rumah Tangga
“Saya bingung memilih menjadi wanita karier atau ibu rumah
tangga”. Pertama yang harus diluruskan adalah konsep kita tentang karier.
Seperti yang di ungkapkan oleh @ReneCC bahwa karier bukanlah mengenai jabatan.
Karier bukanlah mengenai gaji, fasilitas dinas, company, ataupun promosi-demosi.
Karena itu karier mengenai kita dan perjalanan hidup kita. Kedua adalah,
rasanya tidak bijak ketika kita memisahkan antara karier dan ibu rumah tangga.
Ibu rumah tangga adalah karier pertama dan utama dari seorang perempuan yang
menikah. Lho berarti perempuan ga boleh kerja? Saya tidak mengatakan demikian.
Seorang perempuan silahkan memilih untuk bekerja atau tidak. Itu keputusan
masing-masing yang tentu saja harus didiskusikan dengan suami. Tetapi, ketika
seorang perempuan memutuskan untuk bekerja, maka peran menjadi ibu rumah tangga
harus tetap menjadi prioritas. Jadi keputusan bekerja atau tidak, itu kembali
ke pilihan masing-masing.
Seorang perempuan yang memutuskan mengambil pilihan untuk
tidak bekerja dan mengambil peran sebagai ibu rumah tangga secara penuh, adalah
perempuan yang berani dan mempunyai keikhlasan tinggi. Mereka rela dan sangat
ikhlas memberikan kesempatan suami mereka untuk mempunyai pekerjaan cemerlang,
padahal sangat memungkinkan mereka mempunyai potensi yang lebih besar untuk
cemerlang dibanding suami mereka. Butuh keberanian dan keikhlasan tinggi untuk
mengambil keputusan ini. Jadi para suami, berterimakasihlah kepada istri Anda
semua.
Peran Luar Biasa
Apakah Anda tahu bahwa kebanyakan
keputusan pembelian properti itu diputuskan oleh perempuan, bukan suaminya.
Karena itu perusahan properti memilih majalah wanita sebagai media promosi. Ada
satu hal yang patut dicermati yaitu, Pak Hermawan Kartajaya mengatakan bahwa,
dari survey yang dilakukan Mark Plus, 84% Chief Finance Officer (CFO) dari
rumah tangga Indonesia adalah perempuan, yaitu ibu rumah tangga. Bukan hanya
dari manajemen keuangan, Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi
anak-anaknya. Bukan peran yang gampang dan remeh menjadi ibu rumah tangga. Lalu
apakah seorang ibu rumah tangga harus berpendidikan tinggi untuk melaksanakan
tugasnya dengan baik?
Dulu saya berpikir, untuk menjadi
ibu rumah tangga yang baik harus berpendidikan formal yang tinggi, ternyata ada
ibu rumah tangga yang tidak berpendidikan formal tinggi pun bisa menjadi ibu
rumah tangga yang dahsyat. Pernah mendengar kisah Mas Iwan Setyawan
(@iwan9S10A) yang dikisahkan di dalam novel 9 Summer 10 Autumns. Ibu beliau
yang “memaksa” mas Iwan untuk kuliah dan mengatur kondisi keluarga agar bisa
mengirim mas Iwan kuliah. Ibunya mas Iwan, yang memilih menjadi ibu rumah
tangga selama hidupnya, memiliki visi yang jauh, besar, dan jelas tentang
pendidikan. Sedikit kurang bisa dipercaya bahwa seorang perempuan, yang tidak
lulus SD sekalipun, bisa mempunyai visi yang besar tentang pendidikan. Tidak
hanya mempunyai visi, beliau bisa memanage kondisi keluarga sedemikian rupa
agar bisa mengirim mas Iwan Kuliah. Dan
pada akhirnya Mas Iwan bisa memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Ibunya Mas
Iwan memang tidak mendapat pengajaran yang tinggi, tetapi beliau tercerahkan. Dilihat
dari kisah ini betapa besar peran seorang ibu rumah tangga dan pentingnya ibu
rumah tangga menjadi “The Super Manager” bagi keluarganya.
***
Menjadi ibu rumah tangga bukan
berarti harus meninggalkan pekerjaan, tetapi sebuah kesadaran akan peran
tanggung jawab yang besar dalam sebuah keluarga. Peran kepada Tuhan, peran
kepada keluarga, dan peran kepada lingkungan. Mengutamakan peran yang luar
biasa besar ini di atas pekerjaan formal. Kewajiban bagi seorang perempuan
untuk meningkatkan kapasitas diri untuk menjadi “The Super Manager” bagi setiap
keluarga Indonesia. Kualitas masa depan Indonesia dipengaruhi oleh kualitas ibu
rumah tangga Indonesia, karena pada merekalah kualitas penerus bangsa ini
dibentuk. Ibu yang mengurus keluarga dengan kasih sayang akan melahirkan
generasi penyayang. Setelah ini, saya harap tidak ada yang menyandingka kata
“hanya” dan “kebetulan” dengan “Ibu Rumah Tangga”, karena ibu rumah tangga itu
mulia.
Berterima kasihlah wahai para suami
dan laki-laki Indonesia. Berterima kasihlah kepada istri dan ibu kita.
Berterima kasihlah untuk peran yang berani dipikul oleh perempuan super
Indonesia. Ada peran yang dititipkan Tuhan kepada mereka di dalam setiap
keberhasilan kita. Thanks Mom!!!
Tulisan
ini dipersembahkan untuk seluruh perempuan super Indonesia...
Salam
Optimis untuk Indonesia
@Hardian_cahya
Aku setuju banget kalo sebenernya ibu rumah tangga itu "the super manager", paling enggak dia dituntut untuk jadi manager di "mini perusahaan" yaitu perusahaan "rumah tangga" yang sedang dia jalin...
BalasHapusO iya, berhubung aku perempuan Indonesia, aku bilang tengs for this present ya :)