Think Again: Ga Usah Sok kepedean dan Belajar Lagi - Catatan Kecil

Minggu, 04 April 2021

Think Again: Ga Usah Sok kepedean dan Belajar Lagi

Saya lupa bagaimana saya mengetahui kalau Adam Grant, seorang psikolog organisasi, menerbitkan buku berjudul Think Again: The Power of Knowing What You Don’t Know. Saya hanya ingat kalau saya membelinya dengan setengah sadar di tengah malam melalui google Play Book. Esok paginya saya keheranan sudah ada nota pembelian buku. Setelah sebulan lebih saya endapkan, akhirnya saya tergerak juga untuk membaca.

 

Apa jadinya jika seseorang percaya bahwa dirinya mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang lebih dari kenyataan sebenarnya? Seseorang tersebut akan merasa cukup, mungkin membawa kesombongan, atau paling ekstrim adalah bisa membahayakan dirinya dan orang lain. Penting bagi seseorang untuk terus mengevaluasi dan memvalidasi apa yang sudah dia tahu dengan informasi baru atau pandangan orang lain. Fenomena bahwa orang kepedean atas pengetahuannya ini yang ditangkap oleh Adam Grant dan dituliskan ke dalam buku ini.

 

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu Personal, Interpersonal, dan Collective Rethinking. Pada bagian Personal, Adam Grant menuliskan pentingnya refleksi dalam lingkup personal untuk memikirkan kembali apa yang dia sudah tahu. Belajar merupakan aktifitas yang membutuhkan tenaga, namun belajar kembali membutuhkan tenaga yang lebih lagi. Seseorang harus meletakkan ego untuk menerima bahwa dia mempunyai kemungkinan salah. Sehubungan dengan ini, Adam Grant membagi seseorang menjadi empat jenis manusia, yaitu preacher, prosecutor, politician, dan scientist.

 

Setelah kita berhasil menghidupkan sikap Rethinking dalam lingkup individu, maka sikap ini juga harus terimplementasi ke dalam interaksi manusia sehari-hari. Asumsi awal, stereotype, dan ego membuat kita sering menganggap orang lain salah dan kita yang benar. Seseorang akan cenderung untuk menyerang pihak lain dengan fakta dan data yang dimiliki. Karena itu, seorang negosiator harus mampu mencari common ground dan mengajukan pertanyaan yang tepat agar seseorang mau untuk memikirkan kembali apa yang dia sudah yakini. Pada akhirnya kalau mampu mengaplikasikan Collective Rethinking ini, dialog produktik akan tercipta.


Budaya Rethingking ini seharusnya dibagun dimulai dari budaya yang ada di dunia Pendidikan, sehingga akan terbentuk generasi yang tidak terlalu kepedean tentang apa yang dia tahu. Memeriksa kembali apa yang sudah diakui sebagai kebenaran publik walaupun sangat mungkin salah adalah pekerjaan rumah yang besar.

 

Bagian yang menyenangkan dari pengalaman membca buku Think Again ini adalah, Adam Grant selalu menyertakan cerita dari kasus nyata sebelum mengemukakan poin yang ingin diutarakan. Pembaca dapat menghubungkan poin yang dia bicarakan dengan apa yang terjadi sehari-hari. Poin yang dibicarakan menjadi tidak mengawang-ngawang. Cara ini memang selalu Adam Grant gunakan dalam menulis buku.


Bahasa yang digunakan di buku ini juga sangat mudah dipahami. Tidak menggunakan istilah dan diksi yang rumit. Bagi saya yang mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang cekak, tidak sulit mengikuti alur yang disajikan. Hanya sesekali menggunakan kamus untuk kata-kata yang tidak saya mengerti artinya.


Buku ini sangat bisa menjadi refleksi setiap pembaca untuk mau belajar kembali tentang apa yang kita sudah ketahui. Learn, unlearn, and relearn adalah isitilah yang cukup popular untuk menggambarkan buku ini. Buku ini membuat saya tetap menapak ke tanah, dan tetap merasa bodoh dan haus ilmu untuk belajar kembali. Mengerem seseorang untuk menepuk dada sendiri dan melabeli diri sendiri sebagai pakar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar