Kemegahan Gedung Kesenian - Catatan Kecil

Kamis, 03 Februari 2022

Kemegahan Gedung Kesenian

Awalnya saya mengenal bangunan ini sebagai tempat pementasan yang sering dipakai oleh Teater Koma. Letaknya ada di pojokan dekat Pasar Baru. Hanya itu. Saya tidak terlalu tertarik mengenal lebih jauh. Untuk urusan gedung teater, saya lebih kenal dan lebih “dekat” dengan Graha Bakti Budaya (GBB) di Taman Ismail Marzuki, bukan gedung ini. Mungkin karena penampilan tater di sana memiliki kecenderungan tiketnya lebih mahal dari yang digelar di GBB. Begitu kesan pertamaku tentang Gedung Kesenian Jakarta (GKJ).

 


Akhirnya kesempatan saya berkenalan lebih dekat dengan GKJ terjadi pada bulan Juni 2017. Saat itu TEDx Jakarta akan menggelar acara di GKJ. Sebagai salah satu relawan, saya datang ke GKJ untuk survey lokasi. Begitu masuk, saya kagum betul dengan tempat ini. Desain yang menganut romawi ini begitu megah. Langsung terbayang saat era kolonial, tempat ini menjadi tempat penampilan kesenian untuk orang Eropa. Tuan dan Nyonya Belanda menonton pertunjukan kesenian di gedung ini.

 

Gedung ini diinisiasi oleh Gubernur Jendral Herman Williem Daendles. Setelah dia menginisiasi pemindahan pusat kota dari Batavia Lama (Kota Tua) ke Kawasan Welte Vreden (Lapangan Banteng), dia mulai memikirkan sarana pendukung untuk kehidupan di Welte Vreden, salah satunya gedung kesenian. Sayang, sebelum terwujud, Perancis kalah perang dengan Inggris, maka posisi Daendels digantikan oleh Sir Thomas Stamford Bingley Raffles. Di masa Raffles lah gedung ini berdiri dengan nama Schouwburg Weltevreden.

 

Awalnya gedung ini berdiri menggunakan bahan yang sangat sederhana. Berdinding bambu dan kayu beratap rumbia. Pada tahun Pada tahun 1817 mulai dibangun gedung yang ideal menggunakan bahan sisa reruntuhan benteng Batavia lama. Mulai dari saat itu, gedung itu mulai aktif menampilkan berbagai pertunjukan kesenian untuk orang Eropa di Batavia.

 

Gedung ini beralih fungsi dari masa ke masa. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini difungsikan untuk markas tantara dan pusat penyebaran propaganda. Sejak jaman kemerdekaan pun gedung ini sering beralih fungsi mulai dari gedung kuliah fakultas ekonomi dan fakultas hukum Universitas Indonesia hingga menjadi gedung bioskop. Pada 1984, Gubernur Soeprapto mengembalikan fungsi gedung ini sebagai gedung pertunjukan kesenian.

 

Hingga saat ini, GKJ masih sering dimanfaatkan untuk menampilkan berbagai pertunjukan kesenian mulai dari teater, tari, balet, dan kesenian lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar