Oase Keberagaman di Batavia - Catatan Kecil

Jumat, 04 Februari 2022

Oase Keberagaman di Batavia

Kehidupan sosial suatu masyarakat, sering kali tidak lepas dengan suasana religi dan spiritual. Begitupun juga dengan kehidupan penduduk Batavia lama. Semakin banyaknya orang-orang Belanda dan Eropa yang menetap di Batavia, makin besar kebutuhan akan gereja sebagai tempat beribadah dan ekspresi religiusitas. Gereja pertama disinyalir berada di lokasi museum wayang kota tua. Bangunan aslinya sudah tidak berbentuk. Di situ juga disinyalir makam dari pendiri Batavia, Jan Pieterzoon Coen.

 


Pejabat VOC yang didominasi pemeluk Kristen Protestan menjadikan Kristen sebagai agama resmi dan mayoritas di Batavia kala itu. Bahkan pekerja Poturgis yang beragama Katolik dipersyaratkan untuk memeluk agama Kristen jika ingin tinggal di Batavia. Hal ini membuat komunitas Katolik tidak bisa berkembang, apalagi mendirikan gereja. Hal ini berlangsung cukup lama hingga angin segar berhembus saat kekuasaan Belanda jatuh ke tangan Perancis.

 

Di saat Herman Williem Daendles menjadi gubernur Hindia Belanda, dia memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia lama ke Welte Vreden. Di saat itu juga, komunitas Katolik diberi kelonggaran untuk menyelenggarkan misa. 1808 digelar misa terbuka pertama di Batavia. Dua tahun kemudian, umat Katolik di Batavia memiliki gereja Katolik pertama yang berlokasi di kawasan Senen. Mulai saat itu, umat Katolik mulai berkembang di Batavia.

 

Pada 1826, gereja ini terbarkar sehingga setahun kemudian, umat katolik mendirikan gereja baru di kawasan waterlooplein (lapangan Banteng). Gereja itu diberi nama Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga. Setelah mengalami beberapa pemugaran, pada tahun 1890 gereja ini rubuh total. Umat Katolik mendirikan gereja baru di tanah tersebut. Karena kesulitan dana, pembangunan gereja ini memakan waktu yang cukup lama. Pembangunan gereja akhirnya selesai pada tahun 1901.

 

Pembangunan gereja Katedral digawangi oleh Pastor Antonius Dijkmans, seorang Pastor yang juga arsitek. Gereja ini dibangun dengan gaya arsitektur neo-gotik yang saat itu sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja. Jika kita perhatikan Menara-menaranya, makin ke atas makin sedikit ornament dan makin runcing. Ini melambangkan jika kita menghadap ke Tuhan, kita bersiap untuk “polos”, tidak banyak kosmetik. Gereja Katedral ini berbentuk salib jika dilihat dari atas. Hingga sekarang, bangunan yang ada tidak mengalami banyak perubahan. Bentuk asli masih dipertahankan.

 

Saat ini, gereja Katedral masih aktif menggelar peribadatan untuk umat Katolik di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar