Sejarah akan mencatat, tahun 2020
merupakan tahun yang akah mengubah segala aspek hidup manusia modern ini. Benda
sekuuran 65–125 nm telah mengubah cara kita bepergian,
interaksi, belajar, bekerja, dan beribadah. Selain kesehatan fisik masyarakat, pandemic
ini juga menyerang kesehatan psikis. Aku tak luput. Orang yang terbiasa loncat
travelling sana-sini seketika tak mengenal lagi bandara.
Satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah berdiam
diri di rumah.Di rumah aja kata orang. Bahkan kelakarnya pun muncul, jika kamu adalah
orang yang ingin menyelamatkan dunia namun bakatmu hanyalah rebahan, maka saat
ini adalah saat terbaik untuk dirimu menjadi pahlawan.
Perubahan kebiasaan yang mendadak
inilah yang membuatku bingung tak karuan. Stress mulai melanda. Aku hanya
terkurung di ruangan ukuran 4x4 bernama kamar kos. Ritme hidupku berhenti
mendadak. Selain itu ketakutan akan penularan juga menghantui setiap saat. Singkatnya
mood hancur. Produktifitas menurun drastis. Jangankan produktif, hal yang aku
usahakan dengan sekuat tenaga adalah tetap waras. Ya, tetap waras. Hal yang
paling membuatku sedih adalah kemampuanku membaca buku. Hancur sudah keinginanku
membaca buku.
Dulu kita mengeluh tak punya
cukup waktu untuk membaca buku atau melakukan hal-hal produktif lain. Namun seketika,
waktu adalah hal yang melimpah. Itupun tak membatmu lebih produktif. Di tengah
ketidak produktifanku ini, aku mendengar seorang kawan kerja berhasil
memanfaatkan waktu untuk sertifikasi profesi. Waw, makin tak merasa berguna saja
aku.
Banyak nasihat berkelewatan di twitter bahwa kalaupun kamu tak
produktif di masa-masa seperti ini, tak mengapa. Pun dengan beberapa webinar kesehatan mental yang aku ikuti. Sebab kesehatan mental juga
amatlah penting. Kekhawatiran dan ketakutan kita itu valid.
Ada hal yang membuatku sedikit lega adalah, ternyata ketidakproduktifan akan buku ini tidak hanya aku yang mengalaminya. Beberapa penulis besar mengalaminya dan mereka mengakuinya di sosial media.
Seiring dengan berjalannya waktu,
ritme baru mulai terbentuk. Tubuh mulai terbiasa dengan hal-hal yang baru,
begitu juga dengan mental kita. Kewarasan mulai mengunjugi kita lagi. Sedikit
demi sedikit mulai tertata. Di saat inilah aku mencoba membuka buku lagi.
Memulai lagi dengan kegiatan produktif kita yang biasanya aku lakukan sebelum
dunia mengenal covid-19.
Untuk tapakan pertama ini, aku tak mau memulai dari
sesuatu yang berat. Novel fiksi merupakan pilihan yang menarik. Laut bercerita
karya Leila S Chudori. Ini merupakan buku kedua karya beliau yang aku baca
setalah dulu menamatkan novel Pulang. Hari kamis aku mulai membukanya setelah
jam kerja dan kuteruskan di hari jumat. Dan hari sabtu aku berhasil
menamatkannya. Senang tentu, aku merasa kembali.
Aku tidak menyangka gairah
menulisku kembali. Ini adalah tulisan pertama setelah pandemi ini datang. Semoga ini adalah awalan yang
baik. Semoga semuanya makin baik-baik saja. Selamat datang kembali aku yang
dulu dengan kebiasaan baru.
Jakarta, 8 Agustus 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar