Penderitaan di Kaleng Berjalan - Catatan Kecil

Senin, 18 Januari 2021

Penderitaan di Kaleng Berjalan

Pernah menonton film 5 cm? Terdapat adegan perjalanan menggunakan kereta kelas ekonomi bersama teman-teman. Terlihat menyenangkan, banyak tertawa, dan sangat bisa menikmati perjalanan. Pemandangan seperti ini pun terlihat jaman di beberapa film. Ketahuilah, pemandangan ini adalah imajiner jika kita mudik menggunakan kereta api ekonomi di masa lalu.

 


Saat era sebelum Pak Jonan, kereta api ekonomi adalah alat transportasi sekaligus tempat festival berjalan. Kamu bisa menikmati konser pengamen jalanan, kulineran di penjaja makanan yang hilir mudik, pedagang mainan yang menjadi musuh ibu-ibu yang mempunyai anak kecil, dan segala keajaiban pasar malam bisa kamu temui di kereta ekonomi.

 

Jangan heran saat kamu naik kereta ekonomi, kamu sekaligus bisa mengetes kekuatan kaki dan lututmu karena punya resiko tidak dapat tempat duduk dan berdiri selama perjalanan. Posisi yang paling mengerikan adalah, saat kamu harus berdiri di depan toilet. Bah, macam kandang kambing yang tak terurus satu tahun.

 

Saat awal-awal kuliah di Bandung, saya merencanakan mudik pulang ke Blitar menggunakan kereta api. Awalnya saya berkeinginan untuk menggunakan kelas bisnis, namun karena tidak terencanakan dengan baik, saya kehabisan tiket. Tiket yang tersedia adalah kelas ekonomi. Ya terpaksalah saya membeli tiket itu, karena waktu itu saya terlalu proletar untuk kelas eksekutif.

 

Waktu itu Pak Jonan baru diangkat menjadi dirut KAI, jadi belum terlalu banyak perbaikan. Alhamdulillah masih dapat tiket duduk. Penderitaan sudah dimulai dari stasiun Bandung. Kereta penuh sesak. Waktu itu masih ada tiket berdiri. Kamu bayangkan saja, di saat puasa, kamu harus diuji dijadikan sarden kukus di kaleng tanpa AC. Tempat duduk tegak itu mengucapkan kalimat ini dengan mesra, “Selamat datang penderitaan. Silahkan menikmatinya selama perjalanan bersama denganku.”

 

Selama perjalanan kurang lebih 18 jam, kamu harus menahan penderitaan berat itu. Tidur nyenyak adalah mustahil, kaki kesemutan menjadi keniscayaan, punggungmu terasa berganti menjadi tiang pancang bangunan. Untuk apa semua itu? Satu tujuan. Merayakan hari raya dengan keluarga.

 

Begitu besar arti perayaan hari raya bersama keluarga hingga penderitaan itupun ikhlas untuk dijalani. Ketika kamu menginjakkan kaki di rumah, apakah seketika kelelahan itu akan hilang? Tentu tidak. Kamu akan meminta jatah tidur setengah hari untuk membalaskan dendammu.

 

 Photo by Ankush Minda on Unsplash

Tidak ada komentar:

Posting Komentar