The Art of Doing Nothing - Catatan Kecil

Selasa, 19 Januari 2021

The Art of Doing Nothing

 Jika kamu menyangka ini adalah resensi buku dengan judul yang sama dengan buku tulisan Véronique Vienne, silahkan tutup sekarang. Bukan, ini bukan resensi buku. Ini adalah cerita tentang prinsip yang saya pakai untuk jalan-jalan. Sebuah prinsip yang tidak umum dipakai banyak orang, bahkan prinsip yang aneh buat saya tahun-tahun lalu. Prinsip ini saya pakai mungkin mulai tahun 2018. Travelling doing nothing.

 

 

Kebanyakan orang, atau saya dulu, selalu membuat rencana perjalanan yang sangat padat ketika saya ingin jalan-jalan. Prinsipnya adalah memanfaatkan waktu seefektif mungkin. Definisi efektif di sini adalah mengunjugi tempat atau melakukan suatu kegiatan di waktu yang tersedia. Contohnya ketika merencakan jalan-jalan tiga hari, ya tiga hari itu akan penuh dengan kegiatan. Setelah ke A, langsung ke B. Setelah itu, melakukan C. Begitu sampai waktu pulang.

 

Lama-lama saya merasa kok capek yak jalan-jalan tapi harus diburu jadwal. Akhrinya saya mencoba untuk tidak membuat jadwal sama sekali. Hanya jadwal berangkat kapan, pulang kapan. Percobaan pertama, saya mulai ke Malaysia. Sampai mendarat di bandara Kuala Lumpur, saya tidak tahu mau ngapain, ke mana, dan menginap di mana. Hanya mengikuti insting selama di sana. Pada akhirnya saya benar-benr menikmati.

 

Pernah juga ke Ubud selama 4 hari, tapi jadwal saya hanya ke café dan baca buku menghabiskan dua novel. Kalau kata orang, “Ngapain baca buku jauh-jauh ke Ubud?”. Jawaban saya ya mengapa tidak. Tidak ada salahnya kamu menikmati waktu di tempat yang jauh, tanpa terburu jadwal yang kamu buat sendiri. Inti dari jalan-jalan kan bikin senang hati. Jika bisa senang dengan doing nothing, kenapa tidak?

 

Photo by Steven Lewis on Unsplash

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar