Srimenanti, antara Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono - Catatan Kecil

Sabtu, 06 Maret 2021

Srimenanti, antara Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono

Dan saat itu pun tiba. Saya datang ke rumahnya malam hari. Saya ketuk-ketuk pintu rumahnya dengan lembut. Setelah saya ketuk berkali-kali, pintu terbuka. Dari balik pintu muncullah Tuan Sapardi. Saya menyapanya, “Tuan, Tuhan bukan? Tunggu di luar, saya sedang berdoa sebentar.”

 


Siapa yang tidak kenal Joko Pinurbo? Seorang penyair asal Yogyakarta ini telah banyak menelurkan karya buku puisi. Puisi dengan karakter pendek, sederhana namun nakal ini menjadi salah satu penyair yang karyanya saya koleksi, baik fisik maupun digital. Jika meminjam isitilah dari Om Rane dari @kepobuku, Joko Pinurbo ini penyair yang efektif dalam penggunaan kata.

 

Karyanya tidak lepas dari sosok Sapardi Djoko Damono, penyair legenda asal Solo yang Joko Pinurbo sendiri mengaku bahwa dia banyak belajar dari Sapardi pada awal karir kepenulisannya. Banyak karya Sapardi yang dikenal luas bahkan oleh orang yang bukan penggemar sastra. Romantis, diksi keren, dan sekaligus mistis untuk menyihir pembacanya. Gaya kepenulisan ini yang coba ditiru oleh Joko Pinurbo hingga Jokpin menemukan sendiri gaya kepenulisannya.

 

Interaksi Joko Pinurbo dengan karya Pak Sapardi ini sudah sangat lama, namun kali ini Joko Pinurbo menuangkan kisah interaksi dirinya dengan karya Pak Sapardi dalam bentuk prosa. Puisi yang “diterjemahkan” adalah puisi berjudul Pada Suatu Pagi Hari. Karya prosa itu diberi judul Sirmenanti. Mungkin Srimenanti ini bisa dikategorikan sebagai novella. Ini adalah novella pertama Joko Pinurbo.

 

Sebenarnya ini bukan penulisan interaksi dan apresiasi pertama dari Joko Pinurbo. Joko Pinurbo sudah memprosakan puisi yang sama dalam bentuk cerpen yang diberi judul Laki-Laki Tanpa Celana yang diterbitkan di Harian Kompas. Kemudian Joko Pinurbo meneruskan interpretasi puisi Pada Suatu Pagi Hari dalam bentuk yang lebih Panjang yaitu prosa novella, sehingga lahirlah Srimenanti ini.

 

Srimenanti berkisah interaksi dua orang yang bertemu secara tidak sengaja, yaitu Srimenanti dan Penyair. Mereka dipertemukan dalam sebuah lorong dalam keadaan hujan. Kemudian interaksi kedua orang ini dilanjutkan dalam proyek kesenian hingga pertemuan yang intens di lingkungan seniman di Yogyakarta.

 

Srimenanti adalah seorang pelukis yang mempunyai masa kecil yang tidak menyenangkan. Trauma itu terus mengikutinya hingga dewasa. Ayahnya adalah aktifis 65 yang dihilangkan paksa oleh pihak berwajib. Keluarganya menanggung stigma yang tidak menyenangkan dari masyarakat. Dia terus belajar melukis, salah satunya belajar dari pelukis kenamaan Nasirun.

 

Penyair adalah anak muda yang sedang memulai karir kepenulisan puisi. Dia sangat mengagumi Sapardi Djoko Damono sampai ingin bertemu di rumah Pak Sapardi. Setelah banyak menulis, belajar dan berinteraksi dengan Pak Sapardi, penyair berhasil menerbitkan sebuah buku kumpulan puisi.

 

Hal yang sangat menarik dari Srimenanti ini adalah, kisah ini dikisahkan dari dua sudut pandang tokoh utamanya, yaitu Srimenanti dan Penyair. Dua sudut pandang ini dituliskan dalam sudut pandang pertama, dan keduanya dicampur dalam bab-bab kecil. Pembaca akan gemas dan sedikit kesulitan dalam menentukan siapa yang sedang berkisah pada bagian awal. Pada bagian tengah hingga akhir, pembaca sudah terbiasa dan paham siapa yang sedang bekisah.

 

Jika kita berbicara tentang plot kisah, mungkin ini bukan novella dengan plot yang sangat menarik atau plot yang romantis. Novella ini bertitik berat pada kepenulisan diksi dan puisi, sehingga buku ini akan membosankan dalam hal plot cerita. Pada akhirnya buku ini menjadi sangat segmented untuk kalangan penggemar puisi terkhusus penggemar Joko Pinurbo atau Pak Sapardi.

 

Jika kamu adalah penggemar puisi, buku ini sangat cocok untuk kamu untuk menikmati puisi dalam bentuk lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar