Solo, Kenangan dan Ketenangan - Catatan Kecil

Sabtu, 09 Oktober 2021

Solo, Kenangan dan Ketenangan

Apa kabar teman-teman kali ini? Apakah teman-teman sudah mulai berani untuk bepergian, makan di tempat, atau hal-hal lain yang saat Covid sedang parah menjadi kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan? Rasanya laju vaksiniasi berhasil menekan tingkat penyebaran Covid dengan sukses.

 

Jalanan Jakarta pun kembali merayap. Tempat makan, café, bahkan tempat pariwisata mulai penuh dengan pengunjung. Denyut Jakarta kembali hidup walau tak akan sempurna seperti dulu. Aku tahu, bahwa denyut ini memakan biaya yang tidak sedikit. Banyak diantara kita, termasuk aku, kehilangan sahabat, teman, atau bahkan keluarga. Sebuah denyut yang dibayar sangat mahal.


Denyut yang kembali hidup ini aku manfaatkan dengan memberanikan diri untuk bepergian ke luar kota. Aku ingin mengambil jeda sejenak untuk mengkalibrasi hidupku di luar Jakarta. Aku memilih Solo sebagai kota untuk aku beristirahat. Kota yang aku pikir punya kecepatan hidup yang tak sekencang Jakarta, riuhnya tidak terlalu bingar, dan keramahannya tidak aku ragukan.

 


Ada satu alasan lagi yang membuat aku memilih Solo. Aku menganggap Solo ini punya kedekatan akar budaya dan emosional dalam diriku. Almarhum ayahku sangat menyukai kota ini. Mungkin karena ini tempat dia kuliah. Waktu aku kecil, dia seringkali mengajak keluarga kami untuk jalan-jalan di kota ini, dan menginap di hotel yang selalu sama. Aku juga menganggap Solo mempunyai budaya Jawa yang masih kuat. Kegelisahaanku mengenai kehilangan akar jati diri sedikit terobati.

 


Berangkat dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, aku menaiki pesawat ke Solo. Setelah mendarat dan menitpkan tasku di hotel, aku menuju tujuan pertamaku, pasar buku bekas. Kenapa pasar buku bekas? Aku berpikir buku bekas dapat menjadi jembatan antara aku dengan ajaran kebudayaan jawa yang didominasi oleh teks bahasa kuno. Aku menemukan beberapa buku yang mengulas syair jawa kono yang dilengkapi terjemahan dan maknanya. Aku senang sekali dengan buku ini. Kapan-kapan aku akan mengulasnya.

 






Tujuan kedua adalah kuliner. Aku janjian dengan sahabat satu kantor asal Solo, Tyas, untuk makan siang di tengkleng Bu Edi. Aku masih mengingat dengan jelas bahwa tengkleng ini tutup saat aku mengunjungi Solo dua tahun lalu. Akhirnya aku bisa merasakan masakan yang legendaris ini.

 

Pasar buku bekas dan kuliner Solo memang menyenangkan, tapi kehidupan kota ini sendiri sangat mempesona. Kamu masih bisa menemukan supir Gojek yang menyapamu dengan sangat ramah. Menikmati wedangan di malam hari sambal mengobrol dengan hangat Bersama penjualnya. Keheningan kota jika kamu jalan-jalan di malam hari. Tidak ada kemacetan atau klakson tanda ketidasabaran di siang hari. Suasana ini mengkalibrasiku tentang kewarasan dan hidup tenang.

 


Total aku menghabiskan 5 hari di sana. Aku harus segera kembali ke Jakarta. Selain aku tak mau tagihanku terus membengkak, aku takut terlalu jauh dari Jakarta. Takut kaget ketika aku harus kembali ke Jakarta.

 

Terima kasih Solo atas kenangan dan ketenangan.

 

Jakarta, 9 Oktober 2021.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar