Menjadi Dewasa Tidak Menarik - Catatan Kecil

Sabtu, 13 November 2021

Menjadi Dewasa Tidak Menarik

Apa yang paing tidak menarik menjadi dewasa lalu menjadi tua? Kita bisa menyebut sederet hal-hal yang tidak menyenangkannya menjadi tua. Tagihan, cicilan, tumpukan pekerjaan, tanggung jawab sosial, dan keluh kesah lainnya. Rasanya makin tua, makin banyak keluhan yang bisa terucap. Ada beberapa momen kita merindukan masa kecil kita, atau setidaknya masa sekolah.

 


Salah satu yang menjengkelkan dari bertambahnya umur menurutku adalah semakin jauh kita terhadap suatu momen manis. Ada yang mengibaratkan kita menjatuhkan kertas yang terbakar ke dalam sebuah sumur. Di bagian atas, kita masih bisa melihat dengan jelas nyala api. Semakin dalam maka semakin buram. Hingga di satu titik, kita tidak melihat lagi.

 

Begitu juga dengan momen manis. Semakin lama, semakin buram, hingga suatu titik kita tidak bisa mengingat kembali. Bisa juga semakin lama, perasaan kita terhadap momen itu semakin berubah. Masih ingat rasanya dulu saat aku baru lulus SMA dan teman-teman kita terpencar untuk kuliah di kota masing-masing, kita masih sangat merindukan satu sama lain. Kita merindukan momen indah semasa sekolah. Makin lama, momen itu mulai menghilang dan rasa itu mulai berubah. Reuni yang dulu adalah kegiatan yang dinantikan, sekarang tidak terjadi lagi.

 

Makin lama, orang yang ada pun makin berkurang. Masih ingat momen lebaran saat kecil? Mungkin ada orang tua kita, kakek, nenek, paman, bibi dan keluarga besar lainnya. Sekarang, berapa orang yang masih ada? Satu per satu, mereka meninggalkan kita. Tentu ada orang baru yang datang, tapi akan merubah suasana. Jagoan kita saat kecil, makin lama makin menua dan melemah. Ah, ini yang paling menjengkelkan.

 

Bisakah kita mengulang sebuah momen? Tidak mungkin. Meski kita mengumpulkan orang yang sama di tempat yang sama. Kita berkumpul pasti dengan beda konteks, beda isi kepala, dan beda kepentingan dibanding dengan momen yang kita maksud. Pasti rasanya beda, karena yang kita kangenin bukan orang dan tempat, tapi momen.

 

Setiap orang menyikapi sebuah momen dengan berbeda-beda. Dengan berubahnya isi kepala dan kepentingan, makin besar perbedaaan sikap orang terhadap sebuah momen tersebut. Meskipun orang itu adalah orang dekat kita. Ada yang masih terkurung dalam momen manis itu, ada yang sudah biasa saja, ada yang berubah membencinya.

 

Apa akibatnya kalau kita masih terkurung dalam momen manis masa lalu? Pertama, kita tidak bisa menikmati apa yang ada saat ini. Momen manis di masa lalu memang bisa jadi barometer apa yang baik untuk kita, namun kuasa kita terbatas dalam menentukan apa yang terjadi. Memaksa mendapatkan kejadian dan perasaan yang sama. Kita sampai lupa apa yang perlu kita perbaiki di saat ini. Orang yang terperangkap pada masa lalu bisa mengakibatkan masalah untuk diri sendir dan orang-orang di sekitarnya.

 

Kedua adalah ada barang yang mungkin kita tumpuk dengan alasan mempunyai kenangan, pada akhirnya tidak produktif. Saat ini kita tidak mempunyai alasan mempertahankan barang tersebut, namun kita terus menumpuknya. Akibatnya rumah kita menjadi lebih penuh. Itu sangat bisa mengakibatkan pikiran kita ikutan penuh dan tidak jernih.

 

Akhirnya kita kembali ke diri kita masing-masing dalam memandang sebuah momen. Kalau bagiku, aku belajar memaknai momen menjadi sebuah kejadian untuk dikenang. Cukup. Tidak berharap untuk diulang, tidak dikutuk sambil marah-marah, atau tidak untuk disesali. Hidup ini garis lurus. Tidak ada kesempatan untuk mengulang, memperbaiki, atau menghindari. Jadikan momen manis itu sebuah kenangan. Jika ada pelajaran, ambil untuk menjadi lebih baik ke depannya.

 

Hal kedua yang bisa kulakukan adalah belajar hidup di waktu saat ini. Live the moment kalau orang bilang. Hadir utuh di saat ini. Melihat dengan detail yang ada sekarang, dan menghadirkan seluruh nyawa, pikiran, dan perasaan untuk hadir bersama tubuh saat ini.

 

Upaya tersebut tentu membutuhkan usaha yang keras dan waktu. Tidak mudah keluar dari perangkap momen manis di masa lalu. Upaya harus dilakukan terus-menerus agar kita bisa sepenuhnya memandang momen manis masa lalu hanya sebagai kenanangan.

 

Mengapa aku menulis tentang kenangan, karena aku baru selesai membaca sebuah novella berjulu “Semasa” karya Teddy W Kusuma dan Maesy Ang. Ulasannya akan aku buat di kiriman selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar