Jakarta itu Keras (?) - Catatan Kecil

Jumat, 07 Januari 2022

Jakarta itu Keras (?)

Jika seseorang menetap di suatu kota, dia akan tumbuh bersama dengan kota itu. Tidak hanya fisik, seseorang akan tumbuh secara emosi bersama kota yang dia diami. Seseorang akan mendapatkan pengalaman bahagia, sedih, kecewa, dan segala macam perasaan bersama kotanya dan mengendap perlahan dalam jiwa seseorang menjadi kebribadian. Pengalaman setiap warga akan berkumpul secara bersama akan membentuk ingatan kolektif warga yang akan membentuk emosi dan karakter dari kota itu.

 


Saat saya berkunjung ke Hong Kong, pemandu saya mengatakan bahwa Hong Kong bukanlah merupakan kota yang penduduknya ramah. Kesulitan hidup membuat warga Hong Kong cenderung mementingkan diri sendiri. Biaya hidup yang mahal, susahnya pekerjaan, dan buruknya tempat tinggal menekan emosi mereka. Ketidakramahan hidup membuat mereka tidak ramah ke orang lain. Jadi mohon maklum saja kalau kamu diketusin orang di Hong Kong.

 

Bagaimana dengan Jakarta? Kalau kata Kang Emil, Bandung diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum, kalau Jakarta pas lagi cemberut. Mungkin benar sih, saya merasakan suasana Jakarta ini tidak seramah dengan kota lain. Besarnya biaya hidup ditambah dengan posisi Jakarta yang merupakan kota pesisir membuat udara Jakarta cenderung panas. Kombinasi yang cocok untuk membuat warga meledak-ledak.

 

Sehitam putih itu? Tentu saja tidak. Semakin lama berinteraksi dengan warga Jakarta, kamu akan menemukan keramahan di penduduknya. Keramahan itu tidak menampik bahwa Jakarta mempunyai potensi untuk “meledak”. Menyitir perkataan Pandji Pragiwaksono, Jakarta itu rumput kering. Jangan menyulut api untuk menghindari kebakaran besar. Diperlukan pendekatan yang agak adem untuk menyelesaikan masalah di Jakarta.

 

Momen menyenangkan ketika pasangan calon kepada daerah yang mempunyai visi dan nilai yang sama dengan saya, memenangkan kontestasi kepala daerah. Iya, sangat politis. Saya mendambakan kota yang lebih humanis dalam penegakan hukum dan penyusunan aturan. Narasi yang berorientasi pada pengembangan manusia mampu membeli saya. Ketika pasangan yang saya harapkan berhasil memenangkan permilihan, tentu saya senang. Ada harapan mendapatkan kota yang lebih baik.

 

Kenyataannya bagaimana? Masih jauh dari yang dijanjikan, namun tidak terlalu jauh keluar dari rel yang ada. Setidaknya, berita perubuhan rumah disertai pertempuran antara satpol PP dan warga sudah jauh berkurang. Ada pendekatan lain. Pendekatan yang lebih berkeadilan.

 

Jakarta memang keras, tapi warganya tetap bisa tersenyum ramah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar