Kebanggaan Umat - Catatan Kecil

Sabtu, 05 Februari 2022

Kebanggaan Umat

Namanya harus disamarkan menjadi Ketuhanan saat dia mengajukan rancangannya ke panitia pembangunan. Panitia diketuai langsung oleh Presiden Soekarno sedang memilih rancangan terbaik yang akan menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara tersebut. Di akhir perlombaan, pemenang dari sayembara itu diumumkan dari 22 arsitek yang mengumpulkan karya. Arsitek dengan nama asli Friedric Silaban memenangkan sayembara pembangunan Masjid Istiqlal.

 


Masjid Istiqlal ini didasari oleh usulan beberapa tokoh Islam kepada menteri Agama saat itu. Ibukota Indonesia baru saja pindah ke Jakarta. Sebagai ibukota negara, Jakarta belum mempunyai masjid yang besar. Menteri Agama menyambut baik usulan tersebut. Usulan itu disampaikan ke Presiden Soekarno. Soekarno juga sepakat dengan usulan tersebut, bahkan beliau ingin menjadi ketua panitia sayembara desain Masjid Istiqlal.

 

Dipilihlah lokasi di Taman Wijaya Kusuma, sebuah taman dengan bekas benteng Belanda di atasnya. Pembangunan dimulai pada tahun 1961. Dikarenakan gejolak politik di masa transisi kekuasaan, pembangunan masjid tersendat. Pembangunan Masjid Istiqlal memakan waktu hingga 17 tahun. Pada akhirnya, Masjid Istiqlal diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978 dengan menelan biaya sebesar Rp. 7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah) dan US$. 12.000.000.

 

Rancangan Silaban ini sangat khas dengan bentuk geometri sederhana. Dia sangat sadar terhadap iklim dan cuaca. Dibuatlah sirip dan kolom untuk tepian masjid agar panas dari matahari dapat tertahan, namun angin dapat masuk ke dalam. Cahaya matahari juga bisa masuk lewat celah kolom. Selasar dibikin agak miring agar saat hujan, tampias air dapat mengalir dan lantai bisa segera kering. Seperti rancangan zaman Soekarno lainnya, gedung ini mengandung makna seperti tinggi Menara, jumlah tiang, jumlah lantai dan diameter kubah.

 

Silaban merancang Istiqlal dengan jenis bahan yang sangat sedikit. Bahan utamanya hanyalah beton, baja, dan marmer. Dengan penggunaan bahan yang kuat terhadap perubahan cuaca ini, diharapkan masjid ini dapat bertahan hingga waktu yang lama. Penggunaan bahan ini juga mempertimbangkan iklim di Jakarta. Bahan-bahan ini dapat menahan panas sehingga jamaah dapat beribadah dengan nyaman walaupun tanpa adanya pendingin.

 

Ngomong-ngomong soal kubah, Silaban menggunakan pipa-pipa baja kecil yang disusun menggunakan prinsip polyhedron. Saat itu, hanya negara maju yang bisa membuat bangunan seperti itu. Karena itu, Silaban beserta panitia berkonsultasi langsung ke Jerman. Ada tantangan sendiri dalam menggarap kubah ini. Kesuksesan Silaban dan tim ini membuat kubah tersebut dikenal sebagai Silaban Dome.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar